PASAR KEBALEN
Dini hari, masih gelap, waktu jam baru saja berdentang dua kali saat orang banyak masih terlelap dalam mimpinya. Saat mungkin sebagian orang tampak sibuk menyusuri "gang macan", mencari kehangatan di "Villa" seputar Batu. Saat itu mungkin saja sebagian anak muda masih dalam keadaan setengah sadar akibat pengaruh ganja atau alkohol.
Eko sudah beranjak dari tempat tidurnya. Tak perduli mata masih berat, tak peduli sakit yang kadang datang mengganggu. Bersama sang Ibu, ia menyusuri jalan sepi, membelah dinginnya pagi menuju Kebalen, sebuah pasar tradisional di sebelah timur Malang. Saat Pasar Besar Malang masih sepi, Kebalen sudah sangat ramai dengan segala macam aktifitas jual-belinya.
Setelah sepeda motor di parkir, Eko setia menunggu sang Ibu yang berputar mencari sayur mayur atau kebutuhan sehari-hari yang akan mereka jual di rumah. Duduk jongkok di samping sepeda, tak lupa sebuah perangkat MP3 yang parkir di bahu kirinya mendendangkan Slank. Jujur, kadang saat terbuai mendengar Slank, saat kantuk menyerang dan tak terbendung, mata terpejam, mimpi datang.
Lalu, saat teriakan Ibu terdengar lantang memanggil, buyarkan mimpinya. Tubuh yang gemuk itu dengan bergegas lincah mengambil semua hasil belanja, satu persatu, titipan sang Ibu pada penjual tempe, sayur dan lain-lain ia sambar. Disusunnya rapi di atas sepeda untuk kemudian pulang kembali ke rumah.
Semua itu kemuadian disusun kembali, ditata apik di meja yang telah tersedia. Dengan tatapan puas melihat tatanan rapi, saat sang Ibu siap membuka jualan mereka, waktu sudah menunjukkan pukul 04:00 pagi. Eko terbaring, sebentar saja istirahatkan tubuh.
LOPPER

Pekerjaan sebagai lopper ini sudah sejak duduk di SMP ia lakukan. Pada awalnya Eko hanya menemani seorang kawannya mengantar. Tapi, setelah dapat lakukan sendiri, dengan sebuah sepeda mini ia berjualan menawarkan dari rumah ke rumah. Tak jarang ia terlambat untuk masuk sekolah. Walau begitu, sekolah tetap ia jalani dengan baik.
Berawal dari pertanyaan beberapa orang, apakah mereka dapat berlangganan, kini Eko sudah memiliki 40 pelanggan tetap. Jadi tak perlu lagi ia berteriak menawarkan koran.
Sekitar jam 06:00, urusan koran selesai ia jalankan. Rumah, jadi tujuannya kembali untuk istirahat.
KERUPUK

Mulai sekitar jam 07:00 pagi, saat tubuhnya sudah mulai segar kembali, ia bergerak. Setiap kali, ia membawa sekitar 50 plastik krupuk udang. Mulailah ia jajah kawasan sekolah TK di Kedungkandang, Pulosari, Wilis dan Tidar. Satu persatu ia hampiri hingga pukul 12:00 siang, lalu istirahat.
Sekitar jam 03:00 siang, kawasan pabrik rokok di Wendit jadi target selanjutnya. Sekitar pukul 06:00 sore, saat adzan magrib terdengar, Eko sudah kembali ke rumah.
......................................
Begitulah Eko sehari-hari. Menurut pria yang masih lajang bertubuh gempal ini, cukup banyak suka duka yang ia alami.
Duka yang ia harus hadapi misalnya saat tubuh diserang sakit. Ia tetap harus bekerja, tak ingin rasa percaya dari pelanggan hilang. Pernah sekali, ia terpaksa harus menggedor pintu kawan yang sedang terlelap tidur saat ban sepedanya bocor di pagi buta. Pernah sekali pula, ia harus bersusah payah memacu sepeda saat dikejar 3 anjing galak, walau akhirnya ia terjerembab jatuh berguling mencium aspal, untung tak masuk selokan.
Ia seorang anggota Slank Fans Club Malang dan BP Malang yang selalu penuh semangat dan selalu bersyukur. Dengan pekerjaannya sehari-hari ini, suka datang saat ia jadi kenal banyak orang, jadi punya banyak kawan. Apalagi saat Lebaran tiba, bonus dari pelanggan berupa sandang, mulai dari baju, kaos, switer, celana, tas kerja dan uang ia terima dengan penuh rasa syukur.
Buatnya, penghasilan sementara ini sudah cukup. Tapi tetap dengan bersemangat, ia berharap ada peningkatan usaha, menjadi lebih baik.
So, keep the spirit, keep the good work Ko!
Dan, buat kalian, khususnya yang sulit mencari Kans (Koran-koranan Slank), bisa langsung menghubungi Eko.

0 Response to "My everyday..."